Ibadah mengandung banyak pengertian berdasarkan sudut pandang para ahli dan maksud yang dikehendaki oleh masing-masing ahli. Dalam hal ini penulis melihat pengertian ibadah yang dikemukakan oleh berbagai ahli.
Secara etimologi kata ibadah berarti beribadah atau menyembah. Yusuf al-Qardhawi juga menjelaskan bahwa Kata ibadah diambil dari bahasa Arab yang secara etimologi berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina di hadapan yang disembah, disebut abid (yang beribadah). Budak disebut abdun, karena dia harus tunduk dan patuh serta merendahkan diri terhadap majikannya.
Ahli lughat (ahli bahasa) mengartikan kata ibadah dengan taat, arti ini dipergunakan dalam firman Allah yang maksudnya:
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", (Q.S. Yaasin: 60)
Selain itu, kata ibadah juga diartikan sebagai doa, seperti firman Allah berikut ini:yŠ
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Q.S. Al-Mu'minun: 60)
Adapun secara istilah syari’at, para ulama memberikan beberapa definisi yang beraneka ragam. Di antara definisi terbaik dan terlengkap adalah yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang ma’ruf, melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah. Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha (takdir)-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.
Dari keterangan di atas kita bisa membagi ibadah menjadi tiga, yaitu ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah anggota badan. Dalam ibadah hati ada perkara-perkara yang hukumnya wajib, ada yang sunnah, ada yang mubah dan adapula yang makruh atau haram. Dalam ibadah lisan juga demikian, ada yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Begitu pula dalam ibadah anggota badan. Ada yang yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Sehingga apabila dijumlah ada 15 bagian.
Ta’abbud dan Muta’abbad bih Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitabnya yang sangat bagus berjudul Al Qaul Al Mufid menjelaskan bahwa istilah ibadah bisa dimaksudkan untuk menamai salah satu diantara dua perkara berikut:
1. Ta’abbud, yaitu penghinaan diri dan ketundukan kepada Allah ‘azza wa jalla. Hal ini dibuktikan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang dilandasi kecintaan dan pengagungan kepada Dzat yang memerintah dan melarang (Allah ta’ala).
2. Muta’abbad bihi, yaitu sarana yang digunakan dalam menyembah Allah. Inilah pengertian ibadah yang dimaksud dalam definisi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang tersembunyi (batin) maupun yang tampak (lahir)”.
Seperti contohnya shalat. Melaksanakan shalat disebut ibadah karena ia termasuk bentuk ta’abbud (menghinakan diri kepada Allah). Adapun segala gerakan dan bacaan yang terdapat di dalam rangkaian shalat itulah yang disebut muta’abbad bihi. Maka apabila disebutkan kita harus mengesakan Allah dalam beribadah itu artinya kita harus benar-benar menghamba kepada Allah saja dengan penuh perendahan diri yang dilandasi kecintaan dan pengagungan kepada Allah dengan melakukan tata cara ibadah yang disyari’atkan.
Selanjutnya Yusuf Qardhawi mengemukakan pengertian ibadah di kalangan orang Arab. Ibadah adalah puncak ketundukan yang tertinggi yang timbul dari kesadaran hati sanubari dalam rangka mengagungkan yang disembah.
Kata ibadah diartikan berbeda menurut pandangan para ahli dalam bidangnya masing-masing. Adapun pengertian ibadah menurut para ahli tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengertian ibadah menurut ulama Tauhid
Ulama Tauhid mengartikan ibadah dengan Meng-Esakan Allah, menta'zhimkan (mengagungkan)-Nya dengan sepenuh hati serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kita kepada-Nya (menyembah Allah sendiri-Nya)". Dalam pengertian ini, termasuk penyembahan hanya kepada Allah dengan mengagungkan-Nya dan tidak menyekutukannya dengan yang lain, serta termasuk pula bentuk pengabdian seorang hamba dengan selalu tunduk dan patuh dengan aturan-Nya.
2. Pengertian ibadah menurut ulama Tasawwuf
Adapun ulama tasawwuf mengartikan ibadah dengan seorang mukallaf mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan nafsunya untuk membesarkan Tuhannya. Dalam pengertian ini seorang hamba wajib untuk mendahulukan hal-hal yang sesuai dengan ketentuan dan hukum Allah. Sesuatu yang menurut seseorang baik tapi tidak di mata Allah, harus ditinggalkan dan sebaliknya sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan seseorang tapi tidak bertentangan dengan ketentuan dan hukum Allah, harus dikerjakan. Hal ini dilakukan untuk membesarkan Allah.
3. Pengertian ibadah menurut Fuqaha
Dalam pengertian Fuqaha, ibadah itu adalah segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat. Dalam pengertian ini segala perbuatan yang dilakukan manusia adalah perbuatan baik, karena tujuan yang akan dicapai dari perbuatan tersebut adalah keridhaan dan pahala dari Allah. Jika perbuatan yang dilakukan itu tidak baik, maka tidak akan mungkin memperoleh ridha dan pahala dari Allah.
4. Pengertian ibadah menurut ulama Akhlak
Ulama Akhlak mengartikan ibadah dengan mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniah dan menyelenggarakan segala syari'at (hukum). Dalam pengertian ini, masuk akhlak (budi pekerti) dan masuk pula segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban yang diwajibkan atas seorang pribadi), baik mengenai diri sendiri maupun mengenai keluarga dan masyarakat bersama.
Dari keempat pengertian ibadah tersebut, dapat disimpulkan bahwa ibadah adalah melaksanakan segala ketaatan dan perintah Allah yang berkaitan dengan akhlak dan kewajiban sebagai seorang pribadi dan seorang yang bermasyarakat yang sesuai dengan ketentuan Allah walaupun bertentangan dengan keinginan pribadi, melaksanakan syariat dan hukum Allah dengan selalu mengagungkan dan mengesakan-Nya dengan cara menyembah kepada-Nya tanpa menyekutukan dengan sesuatu pun untuk mencapai keridhaan dan mengharap pahala-Nya di akhirat.
Dari penjelasan di atas maka ibadah bisa didefinisikan sebagai perendahan diri kepada Allah karena faktor kecintaan dan pengagungan yaitu dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya sebagaimana yang dituntunkan oleh syari’at-Nya.
Oleh sebab itu orang yang merendahkan diri kepada Allah dengan cara melaksanakan keislaman secara fisik namun tidak disertai dengan unsur ruhani berupa rasa cinta kepada Allah dan pengagungan kepada-Nya tidak disebut sebagai hamba yang benar-benar beribadah kepada-Nya. Hal itu seperti halnya perilaku orang-orang munafiq yang secara lahir bersama umat Islam, mengucapkan syahadat dan melakukan rukun Islam yang lainnya akan tetapi hati mereka menyimpan kedengkian dan permusuhan terhadap ajaran Islam.
Pengertian umum ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik yang dapat dipahami maknanya (ma'qulat al-ma'na) seperti hukum yang menyangkut dengan muamalat pada umumnya, maupun yang tidak dipahami maknanya (ghairu ma'qulat al-ma'na), seperti thaharah (bersuci) dan shalat, baik yang berhubungan dengan anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun yang berhubungan dengan lidah seperti zikir dan yang berhubungan dengan hati seperti niat.
Ibadah kepada Allah meliputi semua ibadah wajib, ibadah sunat dan perkara-perkara yang dibolehkan (mubah), dan hanya akan mendapatkan pahala jika pelaksanaannya menurut syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Jika sekiranya amalan-amalan tersebut tidak mengikuti syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tersebut, maka ia hanya akan menjadi perbuatan yang sia-sia saja menurut pandangan Allah. Amalan itu tidak diberi pahala, bahkan adakalanya mendatangkan dosa.
Para Nabi dan Rasul merupakan hamba Allah yang terbaik dan sentiasa melaksanakan ibadah dengan penuh kesempurnaan di mana setiap arahan Tuhannya, mereka patuhi dengan penuh perasaan cinta dan kasih serta mengharap keridhaan dari Tuhannya. Mereka menjadi contoh teladan yang paling baik kepada kita semua dalam setiap pekerjaan dan amalan sebagaimana yang dianjurkan oleh al-Quran itu sendiri.
Firman Allah swt:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab: 21)
Sebagian ulama mengatakan bahawa perhambaan (ibadah) kepada Allah hendaklah disertai dengan perasaan cinta serta takut kepada Allah swt. dan hati yang sehat dan sejahtera tidak merasa sesuatu yang lebih manis, lebih lazat, lebih seronok dari kemanisan iman yang lahir dari pengabdian (ibadah) kepada Allah swt. Dengan ini maka akan bertautlah hatinya kepada Allah dalam keadaan gemar dan ridha terhadap setiap perintah serta mengharapkan supaya Allah menerima amalan yang dikerjakan dan merasa bimbang serta takut kalau-kalau amalan tidak sempurna dan tidak diterima oleh Allah seperti yang ditegaskan dalam firman-Nya sebagai berikut:
“(yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat” (Q.S. Qaf: 33)
Orang yang memperhambakan dirinya (beribadah) kepada Allah mereka akan sentiasa patuh dan tunduk kepada kehendak dan arahan Tuhannya, baik dalam perkara yang ia suka ataupun yang ia tidak suka, serta mereka mencintai dan mengasihi Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lain-lainnya. Mereka mengasihi makhluk yang lain juga hanya kerana Allah semata-mata, bukan kerana yang lain.
Mencintai Rasulullah SAW yang merupakan rasul terakhir dan menjadi rahmat bagi sekalian alam dalah dengan mengikuti sunahnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Ali Imran ayat 31 yang maksudnya sebagai berikut:§‘
“Katakanlah (Hai Muhammad): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Ali Imran: 31)
Dan andainya kecintaan kepada selain Allah dan Rasul-Nya itu mengatasi dan melebihi dari kencintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan turunkan azab-Nya kepada manusia yang telah meyimpang dari ketentuan-Nya. Firman Allah SWT:
“Katakanlah (Muhammad): "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (Q.S. At-Taubah: 24)
Ahli lughat (ahli bahasa) mengartikan kata ibadah dengan taat, arti ini dipergunakan dalam firman Allah yang maksudnya:
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", (Q.S. Yaasin: 60)
Selain itu, kata ibadah juga diartikan sebagai doa, seperti firman Allah berikut ini:yŠ
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (Q.S. Al-Mu'minun: 60)
Adapun secara istilah syari’at, para ulama memberikan beberapa definisi yang beraneka ragam. Di antara definisi terbaik dan terlengkap adalah yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang ma’ruf, melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah. Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha (takdir)-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.
Dari keterangan di atas kita bisa membagi ibadah menjadi tiga, yaitu ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah anggota badan. Dalam ibadah hati ada perkara-perkara yang hukumnya wajib, ada yang sunnah, ada yang mubah dan adapula yang makruh atau haram. Dalam ibadah lisan juga demikian, ada yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Begitu pula dalam ibadah anggota badan. Ada yang yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Sehingga apabila dijumlah ada 15 bagian.
Ta’abbud dan Muta’abbad bih Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitabnya yang sangat bagus berjudul Al Qaul Al Mufid menjelaskan bahwa istilah ibadah bisa dimaksudkan untuk menamai salah satu diantara dua perkara berikut:
1. Ta’abbud, yaitu penghinaan diri dan ketundukan kepada Allah ‘azza wa jalla. Hal ini dibuktikan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang dilandasi kecintaan dan pengagungan kepada Dzat yang memerintah dan melarang (Allah ta’ala).
2. Muta’abbad bihi, yaitu sarana yang digunakan dalam menyembah Allah. Inilah pengertian ibadah yang dimaksud dalam definisi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang tersembunyi (batin) maupun yang tampak (lahir)”.
Seperti contohnya shalat. Melaksanakan shalat disebut ibadah karena ia termasuk bentuk ta’abbud (menghinakan diri kepada Allah). Adapun segala gerakan dan bacaan yang terdapat di dalam rangkaian shalat itulah yang disebut muta’abbad bihi. Maka apabila disebutkan kita harus mengesakan Allah dalam beribadah itu artinya kita harus benar-benar menghamba kepada Allah saja dengan penuh perendahan diri yang dilandasi kecintaan dan pengagungan kepada Allah dengan melakukan tata cara ibadah yang disyari’atkan.
Selanjutnya Yusuf Qardhawi mengemukakan pengertian ibadah di kalangan orang Arab. Ibadah adalah puncak ketundukan yang tertinggi yang timbul dari kesadaran hati sanubari dalam rangka mengagungkan yang disembah.
Kata ibadah diartikan berbeda menurut pandangan para ahli dalam bidangnya masing-masing. Adapun pengertian ibadah menurut para ahli tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengertian ibadah menurut ulama Tauhid
Ulama Tauhid mengartikan ibadah dengan Meng-Esakan Allah, menta'zhimkan (mengagungkan)-Nya dengan sepenuh hati serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kita kepada-Nya (menyembah Allah sendiri-Nya)". Dalam pengertian ini, termasuk penyembahan hanya kepada Allah dengan mengagungkan-Nya dan tidak menyekutukannya dengan yang lain, serta termasuk pula bentuk pengabdian seorang hamba dengan selalu tunduk dan patuh dengan aturan-Nya.
2. Pengertian ibadah menurut ulama Tasawwuf
Adapun ulama tasawwuf mengartikan ibadah dengan seorang mukallaf mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan nafsunya untuk membesarkan Tuhannya. Dalam pengertian ini seorang hamba wajib untuk mendahulukan hal-hal yang sesuai dengan ketentuan dan hukum Allah. Sesuatu yang menurut seseorang baik tapi tidak di mata Allah, harus ditinggalkan dan sebaliknya sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan seseorang tapi tidak bertentangan dengan ketentuan dan hukum Allah, harus dikerjakan. Hal ini dilakukan untuk membesarkan Allah.
3. Pengertian ibadah menurut Fuqaha
Dalam pengertian Fuqaha, ibadah itu adalah segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat. Dalam pengertian ini segala perbuatan yang dilakukan manusia adalah perbuatan baik, karena tujuan yang akan dicapai dari perbuatan tersebut adalah keridhaan dan pahala dari Allah. Jika perbuatan yang dilakukan itu tidak baik, maka tidak akan mungkin memperoleh ridha dan pahala dari Allah.
4. Pengertian ibadah menurut ulama Akhlak
Ulama Akhlak mengartikan ibadah dengan mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniah dan menyelenggarakan segala syari'at (hukum). Dalam pengertian ini, masuk akhlak (budi pekerti) dan masuk pula segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban yang diwajibkan atas seorang pribadi), baik mengenai diri sendiri maupun mengenai keluarga dan masyarakat bersama.
Dari keempat pengertian ibadah tersebut, dapat disimpulkan bahwa ibadah adalah melaksanakan segala ketaatan dan perintah Allah yang berkaitan dengan akhlak dan kewajiban sebagai seorang pribadi dan seorang yang bermasyarakat yang sesuai dengan ketentuan Allah walaupun bertentangan dengan keinginan pribadi, melaksanakan syariat dan hukum Allah dengan selalu mengagungkan dan mengesakan-Nya dengan cara menyembah kepada-Nya tanpa menyekutukan dengan sesuatu pun untuk mencapai keridhaan dan mengharap pahala-Nya di akhirat.
Dari penjelasan di atas maka ibadah bisa didefinisikan sebagai perendahan diri kepada Allah karena faktor kecintaan dan pengagungan yaitu dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya sebagaimana yang dituntunkan oleh syari’at-Nya.
Oleh sebab itu orang yang merendahkan diri kepada Allah dengan cara melaksanakan keislaman secara fisik namun tidak disertai dengan unsur ruhani berupa rasa cinta kepada Allah dan pengagungan kepada-Nya tidak disebut sebagai hamba yang benar-benar beribadah kepada-Nya. Hal itu seperti halnya perilaku orang-orang munafiq yang secara lahir bersama umat Islam, mengucapkan syahadat dan melakukan rukun Islam yang lainnya akan tetapi hati mereka menyimpan kedengkian dan permusuhan terhadap ajaran Islam.
Pengertian umum ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik yang dapat dipahami maknanya (ma'qulat al-ma'na) seperti hukum yang menyangkut dengan muamalat pada umumnya, maupun yang tidak dipahami maknanya (ghairu ma'qulat al-ma'na), seperti thaharah (bersuci) dan shalat, baik yang berhubungan dengan anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun yang berhubungan dengan lidah seperti zikir dan yang berhubungan dengan hati seperti niat.
Ibadah kepada Allah meliputi semua ibadah wajib, ibadah sunat dan perkara-perkara yang dibolehkan (mubah), dan hanya akan mendapatkan pahala jika pelaksanaannya menurut syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Jika sekiranya amalan-amalan tersebut tidak mengikuti syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tersebut, maka ia hanya akan menjadi perbuatan yang sia-sia saja menurut pandangan Allah. Amalan itu tidak diberi pahala, bahkan adakalanya mendatangkan dosa.
Para Nabi dan Rasul merupakan hamba Allah yang terbaik dan sentiasa melaksanakan ibadah dengan penuh kesempurnaan di mana setiap arahan Tuhannya, mereka patuhi dengan penuh perasaan cinta dan kasih serta mengharap keridhaan dari Tuhannya. Mereka menjadi contoh teladan yang paling baik kepada kita semua dalam setiap pekerjaan dan amalan sebagaimana yang dianjurkan oleh al-Quran itu sendiri.
Firman Allah swt:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab: 21)
Sebagian ulama mengatakan bahawa perhambaan (ibadah) kepada Allah hendaklah disertai dengan perasaan cinta serta takut kepada Allah swt. dan hati yang sehat dan sejahtera tidak merasa sesuatu yang lebih manis, lebih lazat, lebih seronok dari kemanisan iman yang lahir dari pengabdian (ibadah) kepada Allah swt. Dengan ini maka akan bertautlah hatinya kepada Allah dalam keadaan gemar dan ridha terhadap setiap perintah serta mengharapkan supaya Allah menerima amalan yang dikerjakan dan merasa bimbang serta takut kalau-kalau amalan tidak sempurna dan tidak diterima oleh Allah seperti yang ditegaskan dalam firman-Nya sebagai berikut:
“(yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat” (Q.S. Qaf: 33)
Orang yang memperhambakan dirinya (beribadah) kepada Allah mereka akan sentiasa patuh dan tunduk kepada kehendak dan arahan Tuhannya, baik dalam perkara yang ia suka ataupun yang ia tidak suka, serta mereka mencintai dan mengasihi Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lain-lainnya. Mereka mengasihi makhluk yang lain juga hanya kerana Allah semata-mata, bukan kerana yang lain.
Mencintai Rasulullah SAW yang merupakan rasul terakhir dan menjadi rahmat bagi sekalian alam dalah dengan mengikuti sunahnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Ali Imran ayat 31 yang maksudnya sebagai berikut:§‘
“Katakanlah (Hai Muhammad): "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Ali Imran: 31)
Dan andainya kecintaan kepada selain Allah dan Rasul-Nya itu mengatasi dan melebihi dari kencintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan turunkan azab-Nya kepada manusia yang telah meyimpang dari ketentuan-Nya. Firman Allah SWT:
“Katakanlah (Muhammad): "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (Q.S. At-Taubah: 24)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar